Popular Posts

Wednesday 30 May 2012

Nuclear Magnetic Resonance (NMR) – Gambaran Umum



Kimia analitis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu analisis kualitatif (qualitative analysis – QLA) dan analisis kuantitatif (quantitative analysis – QTA). QLA memfokuskan diri pada kegiatan identifikasi jenis dan sifat suatu senyawa organik yang terkandung dalam suatu material, misalkan tanaman tertentu. Jika telah diketahui jenis dan sifat dari senyawa tersebut, maka perlu dilakukan perhitungan kuantitatif (QTA) kandungan senyawa yang dimaksud dalam material atau tanaman tersebut. Dengan QLA kita dapat mengenali struktur kimia dan nama senyawa dengan jalan menganalisis ciri-ciri yang dimiliki dari berbagai sudut pandang melalui berbagai teknik. Teknik yang dapat digunakan antara lain dengan ultra-violet (UV) spectrum infrared (IR) spectrum, mass spectrum (MS), melting point, color and physical appearance, serta NMR (nuclear magnetic resonance) itu sendiri. Sedangkan QTA dapat dilakukan menggunakan HPLC (high performance liquid chromatography) dengan berbagai teknik baik secara kuantitatif sederhana maupun atau dengan simultaneous determination, di mana dengan metode yang terakhir ini data yang dihasilkan lebih akurat. Baik, untuk kali ini akan dibahas mengenai NMR.

Dari namanya dulu, nuclear magnetic resonance, atau resonansi magnetik inti atom. Atom yang dimaksud di sini ada dua jenis yaitu atom karbon (C) dan proton (H), jadi ada dua jenis NMR, yaitu C-NMR dan H-NMR. Kita akan membahas untuk C-NMR dahulu, karena lebih mudah untuk dipahami. Bicara soal atom karbon, kita tahu karbon memiliki nomer masa 12, atau disebut C-12, tetapi ada juga karbon dengan nomer masa 13 (C-13), di mana keberadaannya hanya sekitar 1% saja. Untuk NMR, atom karbon yang dideteksi  adalah C-13 ini, karena memiliki spin (1/2) yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui jumlah atom karbon dalam suatu senyawa, posisinya seperti apa,  serta berikatan dengan atom lain melalui ikatan apa, dengan cara mendeteksi resonansi magnetiknya. Dengan cara tersebut kita akan dapat mengetahui struktur kimia senyawa tersebut.

Pertama kita bayangkan dulu bahwa atom C-13 adalah sebuah jarum kompas kecil, di mana jika ditempatkan pada daerah bebas interfensi medan magnet lain, maka salah satu ujungnya akan mengarah pada medan magnet bumi, utara dan selatan. Jika di sekitar jarum tersebut diberikan interfensi medan magnet dengan arah yang berkebalikan dengan medan magnet bumi, maka akan terjadi perlawanan antara kedua medan magnet tersebut, yang mengakibatkan jarum akan bergerak-gerak dari posisi mulanya. Apabila, interfensi medan magnet tersebut lebih besar dari interfensi medan magnet bumi, maka jarum kompas akan mengarah berlawanan dengan posisi sebelumnya. Prinsip inilah yang mendasari cara kerja NMR.




Pada sebuah instrumen NMR, medan magnet dibuat sedemikian rupa pada tingkat energi tertentu, disesuaikan dengan tingkat energi atom karbon pada C-13 NMR ataupun pada  Proton NMR. Medan magnet ini, dianggap sebagai medan magnet bumi pada ilustrasi atom C-13 yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana atom C-13 diibaratkan sebagai sebuah jarum kompas yang bergerak menyesuaikan interfensi medan magnet di sekitarnya. Selanjutnya interfensi medan magnet lain yang dapat menyebabkan atom C-13 tesebut bergerak berlawanan arah (flipping) dari posisi awal dilakukan oleh sebuah gelombang radio dengan frekuensi tertentu yang berkisar antara 25 – 125 MHz.
Besarnya frekuensi gelombang radio yang dibutuhkan sebuah atom C-13 untuk melakukan flipping berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan dari atom C-13 tersebut. Jika atom tersebut berada pada lingkungan dengan elektronegatifitas yang besar, maka frekuensi yang diperlukan untuk flipping menjadi lebih kecil, begitu pula sebaliknya. Kondisi lingkungan ini dipengaruhi oleh keberadaan atom-atom lain di sekitar atom karbon tersebut, yang dapat berupa atom Oksigen, Hidrogen, ataupun Karbon tetangganya, serta dipengaruhi pula oleh ikatan dengan atom tetangganya tersebut. Adanya ikatan rangkap menyebabkan tingkat elektronegatifitasnya menjadi lebih besar, sehingga frekuensi yang diperlukan lebih kecil lagi.

Mengapa lingkungan dengan elektronegatifitas yang besar, malah membutuhkan energi atau frekuesi yang lebih rendah? Hal dapat dianalogikan sebagai berikut. Dalam teori atom, sebuah atom memiliki sejumlah elektron tergantung pada nomer atom tersebut, di mana elektron-elektron itu berlokasi pada orbital-orbital tertentu yang berada di sekitar inti atom. Jika pengaruh lingkungan luarnya sangat kecil, maka elektron-elektron tersebut memiliki kecenderungan dengan inti yang kuat. Sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk mengganggu elektron-elektron tersebut. Kondisi demikian disebut dengan tingkat elektronegatifitas kecil (pengaruh lingkungan kecil). Sebaliknya jika, pengaruh dari luar cukup kuat, maka kecenderungan elektron terhadap inti atom juga mengecil, sehingga elektron-elektron tersebut lebih labil, dengan kata lain untuk melakukan flipping maka energi yang dibutuhkan juga lebih kecil, kondisi yang kedua ini disebut dengan elektronegatifitas yang besar.
Dalam sebuah senyawa, sebagai contoh flavonoid, terdiri dari sejumlah atom karbon dengan posisi dalam struktur molekul yang beraneka ragam dengan ikatan yang berbeda-beda pula. Dengan demikian didapatkan adanya suatu fluktuasi frekuensi gelombang radio yang disebabkan oleh atom-atom karbon tersebut. Dalam NMR, fluktuasi frekuensi tersebut divisualisasikan dalam menjadi sebuah spektrum, di mana akan muncul beberapa peak yang tergantung pada jumlah atom karbon pada senyawa yang sedang dianalisa. Sebagai contoh senyawa flavonol terdiri dari 15 atom karbon, maka dalam spektrum yang dihasilkan terdapat 15 peak (di luar peak dari solvent yang digunakan) dengan nilai-nilai yang berbeda-beda, yang disebut sebagai chemical shiftChemical shift memiliki satuan ppm (part per million), di mana secara menandakan bahwa semakin tinggi nilai chemical shift, maka energi atau frekuensi yang diperlukan sebuah atom untuk melakukan flipping adalah semakin kecil, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar atom tersebut di mana memiliki tingkat elektronegatifitas yang besar.

Mengapa chemical shift menggunakan satuan ppm? Hal ini sebenarnya mengacu pada perubahan tingkat energi (frekuensi) atas atom-atom tersebut terhadap nilai standar (nol), yang biasanya digunakan adalan TMS (tetramethylsilane) yang berada pada nilai nol tersebut. Perubahan frekuensi tersebut sangat kecil, sehingga perlu faktor pengali sebesar satu juta (1,000,000) karena menggunakan satuan frekuensi Mega Hertz. Dengan demikian diperoleh bilangan bulat yang mudah dibaca.
Berdasarkan nilai chemical shift tersebut, maka dapat diketahui jumlah atom karbon dalam suatu senyawa, beserta posisinya dalam struktur kimia, sehingga dapat disimpulkan jenis, nama, dan struktur kimia dari senyawa tersebut. Proses penentuan struktur ini dikenal dengan istilah elusidasi. Walaupun demikian analysis suatu senyawa tidaklah semudah yang dibayangkan. Data dari C-13 NMR saja tidak cukup, apalagi jika menyangkut jenis senyawa baru, maka diperlukan data-data lainnya, seperti Proton NMR, Mass Spectroscopy, UV and IR Spectroscopy, dan juga data-data NMR yang dikembangkan dari C-13 NMR dan Proton NMR, seperti HMBC, HMQC, COSY, C-H Corr, DEPT dan lainnya. InsyaAllah akan dibahas pada artikel-artikel selanjutnya.

1 comment: