Korea Selatan
merupakan negara yang penduduknya memiliki homogenitas budaya yang tinggi. Luas
wilayahnya yang kira-kira hanya setengah Pulau Jawa bisa jadi merupakan salah
satu alasannya. Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung
pesatnya perkembangan Korea Selatan dalam segala bidang. Penduduk yang homogen
mempermudah kebijakan dan strategi pemerintah untuk dapat diaplikasikan dalam
kehidupan masyarakat. Aturan-aturan yang dibuat dapat dijalankan sesuai dengan
rencana/prosedur, bukannya dibuat untuk dilanggar. Fasilitas-fasilitas umum
yang disediakan juga termanfaatkan secara efektif, karena memang masyarakatknya
mudah diatur dan kompak untuk saling menjaganya. Memang menangani Indonesia
yang sedemikian kompleks jauh lebih sulit dibandingkan menangani negara homogen
seperti Korea Selatan. Kita tidak akan membahas secara rumit mengenai hal ini.
Penulis hanya ingin menyajikan beberapa hal kecil yang menjadi kebiasaan
positif masyarakat Korea yang homogen itu, dengan harapan untuk dapat kita tiru
guna meningkatkan kualitas hidup. Tidak ada maksud sedikitpun ingin memuja-muja
Korea, dan menganggap rendah diri kita, karena di sisi lain kita memiliki
nilai-nilai positif yang lain, dan mereka juga memiliki nilai-nilai negatif
yang tidak perlu ditiru.
Baik, seperti judul di
atas, kita mulai dari kebiasaan sederhana menggosok gigi setelah makan siang.
Saya akan mengambil contoh apa yang saya alami sehari-hari, di mana sebagaian
besar waktu dihabiskan di laboratorium (lab). Di Korea, seorang dosen atau
profesor biasanya memiliki lab masing-masing sesuai bidangnya, dan memiliki
anggota lab (member) beberapa orang mahasiswa baik S1, S2, ataupun S3.
Untuk model anggota lab ini akan kita bahas pada artikel lain, karena juga
cukup menarik. Biasanya di lab, masing-masing orang menyiapkan sikat gigi dan
mug/cup/cangkir untuk kumur. Jam 12 merupakan waktu makan siang. Untuk jam
makan memang tertib, jam 12 untuk makan siang dan jam 18 untuk makan malam.
Biasanya makan siang juga bareng-bareng, setelah selesai balik lagi ke lab,
langsung masing-masing gosok gigi, lima menit cukup. Hal demikian sudah menjadi
budaya di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat kerja. Tidak berat dan tidak
sulit, cuma butuh kebiasaan saja, jika tidak melakukan itu, terasa ada yang
tidak nyaman di mulut.
Hal demikian sangatlah
sederhana, tapi manfaatnya luar biasa. Kesannya merupakan hal yang sepele dan
ringan, tapi belum tentu kita mudah membiasakan karena lingkungan yang tidak
mendukung, seperti sulit menemukan tempat untuk gosok gigi di tempat kerja
kita, atau mungkin kita akan dianggap sok-sokan. Lain halnya jika
itu sudah menjadi budaya, kita akan ringan menjalankan dan jika tidak melakukan
malah kesannya ada yang kurang. Seperti kebiasaan sembahyang shalat saja, jika
belum melakukan pasti ada perasaan yang mengganjal. Ini masalah kebiasaan.
Sebenarnya kita juga disunahkan untuk menggosok gigi sebelum shalat, dan kita
yakin ini mendatangkan pahala dan ridhaNya. Jadi ini menjadi contoh satu lagi
adanya anjuran agama yang sering kita lalaikan tetapi telah menjadi budaya bagi
orang-orang yang tidak menganutnya.
Semoga bermanfaat….
0 comments:
Post a Comment